Setiap
perusahaan memiliki cara pandang yang berbeda terhadap CSR, dan cara
pandang inilah yang bisa dijadikan indikator kesungguhan perusahaan
tersebut dalam melaksanakan CSR atau hanya sekedar membuat pencitraan di
masyarakat (Wibisono :2007). Setidaknya terdapat tiga kategori
paradigma perusahaan dalam menerapkan program CSR, diantaranya:
Pertama,
Sekedar basa basi dan keterpaksaan, artinya CSR dipraktekkan lebih
karena faktor eksternal, baik karena mengendalikan aspek sosial (social driven) maupun mengendalikan aspek lingkungan (environmental driven).
Artinya pemenuhan tanggungjawab sosial lebih karena keterpaksaan akibat
tuntutan daripada kesukarelaan. Berikutnya adalah mengendalikan
reputasi (reputation driven), yaitu motivasi pelaksanaan CSR
untuk mendongkrak citra perusahaan. Banyak korporasi yang sengaja
berupaya mendongkrak citra dengan mamanfaatkan peristiwa bencana alam
seperti memberi bantuan uang, sembako, medis dan sebagainya, yang
kemudian perusahaan berlomba menginformasikan kontribusinya melalui
media massa. Tujuannya adalah untuk mengangkat reputasi.
Disatu
sisi, hal tersebut memang menggembirakan terutama dikaitkan dengan
kebutuhan riel atas bantuan bencana dan rasa solidaritas kemanusiaan.
Namun disisi lain, fenomena ini menimbulkan tanda tanya terutama
dikaitkan dengan komitmen solidaritas kemanusiaan itu sendiri. Artinya,
niatan untuk menyumbang masih diliputi kemauan untuk meraih kesempatan
untuk melakukan publikasi positif semisal untuk menjaga atau mendongkrak
citra korporasi.
Kedua, Sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (compliance).
CSR diimplementasikan karena memang ada regulasi, hukum dan aturan yang
memaksanya. Misalnya karena ada kendali dalam aspek pasar (market driven).
Kesadaran
tentang pentingnya mengimplementasikan CSR ini menjadi tren seiring
dengan maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk-produk yang
ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah
sosial. Seperti saat ini bank-bank di eropa mengatur regulasi dalam
masalah pinjaman yang hanya diberikan kepada perusahaan yang
mengimplementasikan CSR dengan baik. selain itu beberapa bursa sudah
menerapkan indeks yang memasukan kategori saham-saham perusahaan yang
telah mengimplemantasikan CSR, seperti New York Stock Exchange saat ini memiliki Dow Jones Sustainability Indeks
(DJSI) bagi perusahaan-perusahaan yang dikategorikan memiliki nilai
CSR. Bagi perusahaan eksportir CPO saat ini diwajibkan memiliki
sertifikat Roundtable Sustainability Palm Oil (RSPO) yang mensyaratkan adanya program pengembangan masyarakat dan pelestarian alam.
Selain market driven, driven lain yang yang sanggup memaksa perusahaan untuk mempraktkan CSR adalah adanya penghargaan-penghargaan (reward) yang diberikan oleh segenap institusi atau lembaga. Misalnya CSR Award
baik yang regional maupun global, Padma (Pandu Daya Masyarakat) yang
digelar oleh Depsos, dan Proper (Program Perangkat Kinerja Perusahaan)
yang dihelat oleh Kementrian Lingkungan Hidup.
Ketiga, bukan sekedar kewajiban (compliance), tapi lebih dari sekdar kewajiban (beyond compliance) atau (compliance plus). Diimplementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam (internal driven).
Perusahaan telah menyadari bahwa tanggungjawabnya bukan lagi sekedar
kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan bisnisnya,
melainkan juga tanggungjawab sosial dan lingkungan. Dasar pemikirannya,
menggantungkan semata-mata pada kesehatan finansial tidak akan menjamin
perusahaan bisa tumbuh secara berkelanjutan.
Perusahaan meyakini bahwa program CSR merupakan investasi demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) usaha. Artinya, CSR bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost centre) melainkan sentra laba (profit center)
di masa yang akan datang. Logikanya adalah bila CSR diabaikan, kemudian
terjadi insiden, maka biaya untuk mengcover resikonya jauh lebih besar
ketimbang nilai yang hendak dihemat dari alokasi anggaran CSR itu
sendiri. Belum lagi resiko non-finansial yang berpengaruh buruk pada
citra korporasi dan kepercayaan masyarakat pada perusahaan.
Dengan
demikian, CSR bukan lagi sekedar aktifitas tempelan yang kalau terpaksa
bisa dikorbankan demi mencapai efisiensi, namun CSR merupakan nyawa
korporasi. CSR telah masuk kedalam jantung strategi korporasi. CSR
disikapi secara strategis dengan melakukan inisiatif CSR dengan strategi
korporsi. Caranya, inisatif CSR dikonsep untuk memperbaiki konteks
kompetitif korporasi yang berupa kualitas bisnis tempat korporasi
beroperasi.
Manfaat CSR:
Sedikitnya ada 4
manfaat CSR terhadap perusahaan yaitu :
1. Brand differentiation. Dalam persaingan
pasar yang kian kompetitif, CSR bisa memberikan citra perusahaan yang khas,
baik, dan etis di mata publik yang pada gilirannya menciptakan customer
loyalty. The Body Shop dan BP (dengan bendera “Beyond Petroleum”-nya), sering
dianggap sebagai memiliki image unik terkait isu lingkungan.
2. Human resources. Program CSR dapat membantu dalam perekrutan karyawan
baru, terutama yang memiliki kualifikasi tinggi. Saat interview, calon karyawan
yang memiliki pendidikan dan pengalaman tinggi sering bertanya tentang CSR dan
etika bisnis perusahaan, sebelum mereka memutuskan menerima tawaran. Bagi staf
lama, CSR juga dapat meningkatkan persepsi, reputasi dan dedikasi dalam
bekerja.
3. License to operate. Perusahaan yang menjalankan CSR dapat mendorong pemerintah dan publik memberi ”ijin” atau ”restu” bisnis. Karena dianggap telah memenuhi standar operasi dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat luas.
4. Risk management. Manajemen resiko merupakan isu sentral bagi setiap perusahaan. Reputasi perusahaan yang dibangun bertahun-tahun bisa runtuh dalam sekejap oleh skandal korupsi, kecelakaan karyawan, atau kerusakan lingkungan. Membangun budaya ”doing the right thing” berguna bagi perusahaan dalam mengelola resiko-resiko bisnis.
3. License to operate. Perusahaan yang menjalankan CSR dapat mendorong pemerintah dan publik memberi ”ijin” atau ”restu” bisnis. Karena dianggap telah memenuhi standar operasi dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat luas.
4. Risk management. Manajemen resiko merupakan isu sentral bagi setiap perusahaan. Reputasi perusahaan yang dibangun bertahun-tahun bisa runtuh dalam sekejap oleh skandal korupsi, kecelakaan karyawan, atau kerusakan lingkungan. Membangun budaya ”doing the right thing” berguna bagi perusahaan dalam mengelola resiko-resiko bisnis.
CSR yang dilakukan perusahaan dalam
kenyataannya merupakan wujud berbagi kepedulian. Namun dalam implementasinya,
sebuah perusahaan perlu dengan cermat memastikan bagaimana pola dan metode yang
akan dilakukannya bisa sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Terutama
dalam konteks ini bila menyangkut hal yang berkaitan dengan pemberdayaan
masyarakat. Sukses tidaknya pengelolaan CSR juga tergantung pada bagaimana
komunikasi dan pendekatan pihak perusahaan dengan masyarakat penerima manfaat CSR.
Sumber(http://csr.pkpu.or.id/article/csr-dan-kepedulian-perusahaan, http://www.rahmatullah.net/2010/05/masalah-pengelolaan-program-corporate.html
)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar