Kelas : 4EA16
Npm : 16210841
1. - Pengertian
Etika Bisnis
Dalam Islam seseorang
tidak dibiarkan begitu saja dalam bekerja sesuka hati untuk mencapai keinginannya
dengan menghalalkan segala cara seperti melakukan penipuan, kecurangan, sumpah
palsu, riba, menyuap dan perbuatan batil lainnya. Tetapi dalam Islam diberikan suatu
batasan atau garis pemisah antara yang boleh dan yang tidak boleh, yang benar
dan salah serta yang halal dan yang haram. Batasan atau garis pemisah inilah
yang dikenal dengan istilah etika. Perilaku dalam berbisnis atau berdagang juga
tidak luput dari adanya nilai moral atau nilai etika bisnis. Penting bagi para
pelaku bisnis untuk mengintegrasikan dimensi moral ke dalam kerangka/ ruang
lingkup bisnis. Bersama dengan semakin
besarnya kesadaran etika dalam berbisnis, orang mulai menekankan pentingnya
keterkaitan faktor-faktor etika dalam bisnis. Sesungguhnya dalam hal seluruh
pelaksanaan kehidupan telah di atur dalam pandangan ajaran Agama Islam untuk
mengatur seluruh kehidupan manusia termasuk dalam kaitannya pelaksanaan perekonomian
dan bisnis. Jadi Etika bisnis dalam Islam adalah sejumlah perilaku etis bisnis
(akhlaq al islamiyah) yang dibungkus dengan nilai-nilai syariah yang
mengedepankan halal dan haram.
Etika bisnis
merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini
berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,
institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).
-
Indikator
Etika Bisnis
Dari berbagai
pandangan etika bisnis, beberapa indikator yang dapat dipakai untuk menyatakan
bahwa seseorang atau perusahaan telah mengimplementasikan etika bisnis antara
lain adalah:
1.
Indikator Etika Bisnis menurut ekonomi adalah apabila perusahaan atau pebisnis telah melakukan pengelolaan sumber
daya bisnis dan sumber daya alam secara efisien tanpa merugikan masyarakat
lain.
2. Indikator Etika Bisnis menurut peraturan khusus yang berlaku. Berdasarkan
indikator ini seseorang pelaku bisnis dikatakan beretika dalam bisnisnya
apabila masing-masing pelaku bisnis mematuhi aturan-aturan khusus yang telah
disepakati sebelumnya.
3. Indikator Etika Bisnis menurut hukum. Berdasarkan indikator hukum seseorang
atau suatu perusahaan dikatakan telah melaksanakan etika bisnis apabila
seseorang pelaku bisnis atau suatu perusahaan telah mematuhi segala norma hukum
yang berlaku dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.
4. Indikator Etika Bisnis berdasarkan ajaran agama. Pelaku bisnis dianggap
beretika bilamana dalam pelaksanaan bisnisnya senantiasa merujuk kepada
nilai-nilai ajaran agama yang dianutnya.
5. Indikator Etika Bisnis berdasarkan nilai budaya. Setiap pelaku bisnis baik
secara individu maupun kelembagaan telah menyelenggarakan bisnisnya dengan
mengakomodasi nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang ada disekitar operasi
suatu perusahaan, daerah dan suatu bangsa.
6. Indikator Etika Bisnis menurut masing-masing individu adalah apabila
masing-masing pelaku bisnis bertindak jujur dan tidak mengorbankan integritas
pribadinya.
-
Prinsip Etika Dalam Bisnis (Syari’ah)
Ada empat prinsip (aksioma) dalam ilmu ikonomi Islam
yang mesti diterapkan dalam bisnis syari’ah, yaitu: Tauhid (Unity/kesatuan),
Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium), Kehendak Bebas (Free Will), dan
Tanggung Jawab (Responsibility).
a. Tauhid
mengantarkan manusia pada pengakuan akan keesaan Allah selaku Tuhan semesta
alam. Dalam kandungannya meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini
bersumber dan berakhir kepada-Nya. Dialah pemilik mutlak dan absolut atas semua
yang diciptakannya. Oleh sebab itu segala aktifitas khususnya dalam muamalah
dan bisnis manusia hendaklah mengikuti aturan-aturan yang ada jangan sampai
menyalahi batasan-batasan yang telah diberikan.
b. Keseimbangan
atau kesejajaran (Equilibrium) merupakan konsep yang menunjukkan adanya
keadilan sosial. Kehendak bebas (Free Will) yakni manusia mempunyai suatu
potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia
tidak dibatasi. Tetapi dalam kehendak bebas yang diberikan Allah kepada manusia
haruslah sejalan dengan prinsip dasar diciptakannya manusia yaitu sebagai
khalifah di bumi. Sehingga kehendak bebas itu harus sejalan dengan kemaslahatan
kepentingan individu telebih lagi pada kepentingan umat.
c. Tanggung
Jawab (Responsibility) terkait erat dengan tanggung jawab manusia atas segala
aktifitas yang dilakukan kepada Tuhan dan juga tanggung jawab kepada manusia
sebagai masyarakat. Karena manusia hidup tidak sendiri dia tidak lepas dari
hukum yang dibuat oleh manusia itu sendiri sebagai komunitas sosial. Tanggung
jawab kepada Tuhan tentunya diakhirat, tapi tanggung jawab kepada manusia
didapat didunia berupa hukum-hukum formal maupun hukum non formal seperti
sangsi moral dan lain sebagainya.
d. Kebebasan
merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam,tetapi kebebasan itu
tidak merugikan kepentingan kolektif.Kepentingan individu dibuka lebar.Tidak
adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya
dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.Kecenderungan manusia untuk
terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan
dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui
zakat.infak dan sedekah.
2. Contoh perusahaan yang sudah menerapkan
etika dalam berbisnis:
Kini,
sebagian besar perusahaan besar telah menetapkan kode etik perilaku untuk para
pegawainya dan menciptakan “petugas etika” atau penjaga perilaku perusahaan
dengan tugas agar pegawai bertindak lebih baik daripada yang diharuskan oleh
hukum. Perusahaan dengan pedoman perilaku dan para petugas etika semacam itu
lebih mungkin mendengar perilaku tidak
etis di perusahaan sebelum hal tersebut menjadi masalah hukum atau sebelum
konsumen bereaksi, dua hal yang dapat merusak citra dan profitabilitas perusahaan. Telah terjadi banyak kasus seperti
Nestle (perusahaa makanan multinasional dan terbesar di dunia dari Swiss) yang
memaksakan susu formula bagi bayi dibanyak negara miskin sementara air susu ibu
akan lebih sehat bagi bayi. Dan perusahaan sepatu “NIKE” yang diketahui
membayar upah pekerja yang rendah diberbagai negara berkembang untuk membuat
sepatu mereka yang berharga lebih tinggi. Dengan salah satu faktor pendorong
penting lainnya, bagi banyak perusahaan untuk para pegawai mereka dan
menciptakan petugas etika adalah ditetapkannya petunjuk pengenaan sanksi oleh
pengadilan pada tahun 1991 yang mengurangi denda untuk kejahatan “kerah putih”
yang dilakukan oleh pegawai yang bekerja di perusahaan yang telah memiliki
program etika yang komprehensif. Program etika seperti itu bertujuan untuk menentukan
sejelas mungkin perilaku yang dianggap
perusahaan tidak etis dan meminta pegawainya untuk menghindarinya.
(Sumber : Artikel Universitas Pendidikan Indonesia)
(Sumber : Artikel Universitas Pendidikan Indonesia)